Peran RMU Terhadap Pemulihan Serapan Karbon dan Keberlangsungan Biodiversity Hutan

Keterangan Foto: PT.RMU berperan terhadap pemulihan serapan karbon dan keberlangsungan biodiversity hutan.

KOTIM, BORNEO7.COM – Keberadaan PT.Rimba Makmur Utama (RMU) di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Katingan, ternyata membawa dampak positif terhadap pemulihan serapan karbon dan keberlangsungan serta terjaganya keanekaragaman hayati (Biodiversity) hutan di Kalimantan Tengah.

PT.RMU yang bergerak di bidang restorasi ekosistem ini mengantongi legalitas operasional kegiatan usaha berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.
SK.734/Menhut-II/2013 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) ±108.255 hektar di Kabupaten Katingan dan Keputusan Kepala BKPM atas nama Menteri LHK Nomor SK No.23/1/IUPHHK-RE PMDN/2016 tentang Pemberian IUPHHK-RE dalam Hutan Alam kepada PT.RMU atas areal Hutan Produksi seluas ± 49.620 hektar di Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.

Salinan dari White Red and Green Organic Christmas Greetings Instagram Post_20241204_155123_0001

Pasca lahirnya UUCK, selanjutnya dipersamakan dengan SK Perijinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) No.SK.1198/MENLHK/SETJEN/HPL.0/11/2021.

Kegiatan pelaksanaan usaha PT.RMU berdasarkan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) kemudian diturunkan dalam Rencana Kerja Tahunan Pemanfaatan Hutan (RKTPH). PT.RMU (I dan II) telah mendaptkan persetujuan RKUPH dan RKTPH.

Salinan dari White Red and Green Organic Christmas Greetings Instagram Post_20241209_120612_0004

Kegiatan PBPH PT.RMU meliputi penataan areal kerja, pembangunan sarana dan prasarana, organisasi dan ketenagakerjaan, pemulihan (restorasi), perlindungan dan pengamanan kawasan, penelitian dan pengembangan serta kelola sosial.

Salah satu kegiatan penting restorasi ekositem adalah kegiatan pemulihan.

Strategi pemulihan didasarkan dari hasil Inventariasi Hutan Berkala Restorasi Ekosistem (IHBRE).

Hasil analisis IHBRE selanjutnya menjadi dasar untuk metodologi revegetasi (pemulihan) melalui pendekatan penanaman total (intensif), pengayaan dan suksesi alami.

Manager Pembinaan Hutan PT.RMU Wardoyo, menjelaskan penanaman total diprioritaskan pada area yang mengalami degradasi berat, seperti bekas kebakaran dan tidak adanya regenerasi alami yang tumbuh di area tersebut

“Pengayaan bertujuan untuk memperkaya
jenis-jenis tertentu pada areal yang sudah ada suksesi alami, atau bahkan pada areal yang sudah
dilakukan penanaman sebelumnya,” ujarnya, Sabtu (18/05/2024).

“Sedangkan suksesi alami dipilih pada lokasi dengan derajat
kerusakan yang lebih rendah, atau pada area yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penanaman
namun dengan seiring berjalannya waktu dan upaya perlindungan kawasan, suksesi dapat berjalan
secara alami dengan ditandai munculnya jenis-jenis tertentu,” lanjutnya.

Suksesi alami dalam kawasan non-hutan PT.RMU dibuktikan dengan mulai munculnya jenis-jenis klimaks ditahun ketiga setelah kebakaran.

Kegiatan penanaman intensif oleh PT.RMU telah dilakukan sejak tahun 2017 dengan memprioritaskan
area-area bekas kebakaran sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan Pemanfaatan Hutan (RKTPH) yang
telah disetujui Dinas Kehutanan (saat ini self approval).

Periode 2016-2024, penanaman intensif telah
dilakukan di lebih dari 1.660,96 ha area di dalam area PT.RMU, dengan menanam lebih dari 325.176
bibit serta 55.363,17 ha melalui suksesi alami.

Bibit yang digunakan tidak hanya berasal dari satu atau dua jenis spesies, namun berbagai jenis-jenis lokal dari hutan rawa gambut (native species) yang merupakan campuran dari jenis pioner dan jenis klimaks, serta jenis-jenis pohon pakan satwa.

Paling tidak, ada 40 jenis pohon yang telah ditanam oleh PT.RMU sejak 2017.

Seluruh kegiatan penanaman intensif juga dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis dan SOP yang telah disusun oleh PT.RMU, dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan.

Selain itu, seluruh rangkaian penanaman intensif yang dilakukan oleh PT.RMU juga melibatkan masyarakat lokal, mulai dari persiapan bibit hingga penanaman dan perawatan, dengan lebih dari 100 masyarakat lokal yang terlibat setiap tahunnya.

Masyarakat tidak hanya terlibat, namun juga ikut andil dalam
memberikan saran dan masukan dalam kegiatan penanaman sesuai dengan kearifan lokal yang mereka miliki.

PT.RMU juga rutin memberikan laporan tertulis kepada KLHK (tembusan Dinas Kehutanan Kalteng) terkait rencana dan capaian kegiatan restorasi setiap bulannya.

Gambaran umum kegiatan restorasi di tingkat tapak yang telah dilakukan oleh PT.RMU juga telah dipublikasikan dalam salah satu chapter buku yang berjudul Tropical Peatland Eco-Management.

Berdasarkan monitoring yang dilakukan, kegiatan penanaman intensif PT.RMU memiliki persentase hidup rata-rata antara 73% hingga 81% di akhir monitoring (6-12 bulan setelah tanam).

Sebuah kajian sistematik review bahkan menyebutkan bahwa persentase hidup rata-rata di akhir kajian pada kegiatan penanaman di 94 lokasi di Hutan Rawa Gambut di Asia Tenggara adalah 62%.

Manager Biodiversity PT.RMU Meyner Nusalawo, mengatakan selain melakukan perawatan dan monitoring persentase hidup pada penanaman intensif, pihaknya juga
memonitoring keanekaragaman flora dan fauna di dalam area PT.RMU, serta berbagai kolaborasi
penelitian dengan lembaga penelitian nasional untuk meningkatkan kinerja restorasi ekosistem gambut.

“Kegiatan pemulihan melalui penanaman berdampak pada keanekaragaman hayati baik flora dan fauna,” ujarnya.

Penanaman berperan dalam percepatan proses regenerasi hutan, perbaikan struktur tanah,
dan mengurangi resiko erosi.

Selain itu, penanaman kembali berperan penting dalam mengembalikan fungsi ekosistem yang hilang, seperti penyimpanan karbon, siklus air, dan penyerbukan.

Solusi ini juga membantu mengurangi dampak perubahan iklim dengan menyerap CO2 dari atmosfer.

Begitu juga dampak bagi fauna atau satwa baik aspek peningkatan keragaman jenis, habitat dan sumber pakan.

Peran pemulihan sangat berdampak pada taksa burung (Aves) dan mamalia. Tidak hanya
diuntungkan, tetapi saling memberikan kontribusi pada proses pemulihan sehingga terbentuknya ekosistem.

Jenis burung pemakan biji atau serangga memiliki peran penting sebagai agen dalam ekologi dan distribusi tanaman.

Penyerbukan oleh burung-burung, misalnya, dapat mempengaruhi reproduksi tanaman dan ekosistem secara keseluruhan.

Hal ini bisa terlihat di area penanaman PT.RMU, hasil pengamatan lapangan beberapa jenis burung memanfaatkan jenis-jenis tanaman tertentu untuk menjalankan peran penting tersebut.

Seperti burung serindit (Loriculus galgulus) yang memakan buah Tumih (Combretocarpus rotundatus), burung ini salah satu jenis yang habitatnya hutan dan di pinggiran hutan yang memanfaatkan hasil penanaman yang sudah tumbuh berumur ± 7 tahun.

Pada taksa mamalia juga memainkan peranan penting untuk usaha revegetasi hutan yang
terdegradasi. Mamalia memainkan peran penting dalam penanaman kembali hutan yang terdegradasi.

Sebagai agen penyebar biji, banyak mamalia, seperti primata, kelelawar, ungulata dan
berbagai jenis hewan pengerat, membantu menyebarkan benih tanaman melalui kotoran mereka
setelah memakan buah-buahan.

Proses ini dikenal sebagai zoochory dan sangat penting untuk regenerasi alami hutan.

Rekolonisasi satwa liar merupakan dampak positif yang signifikan dari penanaman kembali habitat
yang terdegradasi.

Ketika hutan yang rusak direstorasi melalui penanaman kembali, area tersebut mulai menyediakan sumber daya penting seperti makanan, tempat berlindung, dan koridor migrasi bagi berbagai spesies satwa liar.

Seiring waktu, spesies yang sebelumnya menghindari area yang terdegradasi akan mulai kembali, dan membentuk populasi yang stabil dan sehat.

Proses rekolonisasi ini tidak hanya meningkatkan keanekaragaman hayati, tetapi juga membantu memulihkan interaksi ekologis yang penting, seperti penyerbukan, penyebaran biji, dan kontrol populasi hama.

Kehadiran kembali satwa liar juga menjadi indikator keberhasilan upaya restorasi.

Dengan demikian, rekolonisasi satwa liar merupakan salah satu keuntungan utama dari penanaman kembali habitat yang terdegradasi, memperkuat ekosistem dan mendukung keseimbangan alam yang berkelanjutan.

Penanaman intensif juga turut serta dalam meningkatkan serapan karbon guna mencapai net zero
emission.

Ekosistem gambut secara alami turut andil dalam menyumbang emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
melalui proses dekomposisi gambut yang terjadi secara natural.

Namun pada gambut yang telah
terdrainase, proses dekomposisi akan berlangsung lebih cepat.

Untuk mengimbangi hal ini, kegiatan pembasahan gambut kembali dan penanaman yang merupakan bagian dari upaya restorasi gambut perlu diupayakan.

Dengan menanam pohon, tentunya akan meningkatkan jumlah serapan karbon yang akan tersimpan dalam pohon itu sendiri, sehingga pada suatu saat diharapkan dapat meng-offset emisi gambut yang terjadi di gambut terdegradasi dan terjadilah net zero emission, atau bahkan negative emission dalam keseluruhan ekosistem.

Akan tetapi, proses menuju net zero emission ini tidak terjadi serta merta setelah bibit pohon ditanam.

Perlu waktu hingga pohon ini tumbuh sehingga serapan karbonnya dapat melampaui jumlah emisi dari gambut yang memang terjadi secara alamiah.

Menurut sebuah penelitian, pohon-pohon dalam
hutan rawa gambut sekunder sendiri dapat menyerap karbon sebanyak 2.7 t C/ha/tahun.

Kemudian, sebagai proses alami fisiologi, bagian-bagian pohon seperti daun, ranting dan buah akan gugur menjadi serasah yang secara perlahan akan terdekomposisi, dan ini adalah proses alami yang terjadi di dalam ekosistem.

Akan tetapi, proses alamiah ini tentunya menyumbang sedikit sekali emisi GRK dibandingkan jika terjadi kebakaran.

Oleh karena itu, kegiatan restorasi gambut juga harus disertai dengan kegiatan perlindungan dan pencegahan kebakaran hutan secara maksimal. (Tbk)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button