Tuntutan kepada Terdakwa Rendah, Keluarga Korban Merasa Kecewa
Keterangan Foto: Keluarga almarhum Winda Cristina Pakpahan yang merasa kecewa dengan tuntutan hukuman rendah kepada para terdakwa, Senin (10/06/2024).

KOTIM, BORNEO7.COM – Persidangan kasus kematian Winda Cristina Pakpahan (21) mahasiswi Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta, masih bergulir di Pengadilan Negeri Kotawaringin Timur.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut tiga tahun penjara terhadap terdakwa Rizki Ayala dan empat tahun penjara terhadap terdakwa Agustinus, Senin (10/06/2024).
Erwin Pakpahan, orang tua korban Winda Cristina Pakpahan yang meninggal di Sampit, Kotim, sangat kecewa lantaran tuntutan jaksa yang menuntut rendah terhadap keduanya, terutama terdakwa Rizki Ayala yang hanya tiga tahun penjara.
Menurut Erwin, ini sangat tidak adil dan tidak ada rasa kemanusiannya. Dia menilai tuntutan kepada Rizki Ayala 3 tahun dan Agustinus 4 tahun penjara itu sangat rendah.
“Kami sangat kecewa, ini tidak adil, anak kami ini korban dari terdakwa dan tidak sesuai dengan Pasal 204 Ayat (2) KUHP yang ancamannya 20 tahun atau seumur hidup,” ungkap Erwin, Selasa (11/06/2024).
“Masa terdakwa hanya dituntut rendah, kami orang tua korban sangat merasa kehilangan anak. Ini jaksa yang kami harapkan menjadi pembela kami untuk menuntut keadilan dan kemanusian malah tidak kami dapatkan, lantaran tidak memberikan tuntutan yang membuat efek jera kepada para terdakwa,” ujarnya.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 204, yang mengatur tentang tindak pidana yang dianggap membahayakan nyawa dan kesehatan orang serta konsekuensi hukumnya yang berbunyi sebagai berikut, Ayat (2) Kalau ada orang mati lantaran perbuatan itu si tersalah dihukum penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Sementara tuntutan JPU jauh dari yang mereka kira, sehingga semakin menyakiti perasaan orang tua dan pihak keluarga korban.
Pihak korban juga kecewa lantaran saat pembacaan tuntutan itu mereka tidak diberitahukan terlebih dahulu dan ketika masuk ruang persidangan sudah ketuk palu usai membacakan tuntutan.
“Waktu pembacaan tuntutan kita tidak diinformasikan, kami pihak korban sangat kecewa seakan-akan ditutupi, biasanya sebelum mulai sidang akan dipanggil, namun kali ini tidak ada panggilan, ketika masuk sudah selesai pembacaannya,” ungkapnya.
“Jika hanya tiga tahun bagaimana menuntut efek jera, proses kasus ini hingga sidang saja sudah setengah tahun, maka disaat ini 2,5 tahun, ditambah ada remisi segala macam, belum lagi putusan hakim jika dibawah itu bagaimana,” ujarnya.
Erwin menyampaikan mereka hanya mencari keadilan, ia berharap semoga hakim bisa transparan dan akuntabel dalam mengambil keputusan yang seadil-adilnya pada sidang putusan oleh majelis hakim nantinya.
“Anak kami adalah mahasiswi berprestasi dari Kotim, yang pernah diundang ke Istana untuk menyanyi sebagai wakil Kotim/Kalteng di sana,” jelasnya.
Ia juga mempertanyakan alasan tuntutan hanya tiga tahun, namun pihak jaksa menyampaikan karena si korban sudah dewasa dan bisa berfikir, seharusnya bisa memahami risiko yang dilakukannya.
“Jadi ini seakan-akan anak saya yang salah, di framing sebagai peminum, padahal di BAP banyak info yang bisa digali, tidak hanya fokus pada anak saya saja yang menjadi korban di sini,” tegasnya.
“Jaksa hanya terus menggali dari sisi korban, namun bukan dari sisi terdakwa yang digali,” ucapnya.
“Padahal seharusnya terdakwa Rizki sejak awal tidak berkata jujur yang ditutup-tutupi bahkan bekas minuman oplosan juga dibuang dan saat mengantarkan korban ke rumah tidak memberitahukan dengan jujur kepada keluarga atau orang tua korban, atau mengambil tindakan pertolongan pertama atau membawa ke rumah sakit, tidak pernah dilakukan sama sekali oleh terdakwa Rizki,” jelasnya.
“Seharusnya Rizki berkata jujur bahwa mereka meminum miras racikan sehingga kami sebagai orang tua dapat mengambil tindakan membawa korban ke rumah sakit, namun ia malah berbohong dengan mengatakan korban meminum wine yang dibeli di mal,” ungkapnya.
Sebelumnya diketahui korban merupakan mahasiswi kedokteran yang saat itu kebetulan sedang libur dari kuliah dan pulang ke rumahnya di Kecamatan Baamang, Sampit.
Winda dinyatakan meninggal dunia oleh dokter di IGD RSUD dr Murjani Sampit setelah menjalani perawatan medis kurang lebih empat jam, namun nyawanya tak tertolong.
Peran Rizki dan Agustinus adalah memberi minuman dengan racikan otodidak yang dilakukan keduanya kepada korban sehingga zat kimia yang tercampur didalam minuman keras itu membuat nyawa korban melayang.
Kedua terdakwa telah ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu 23 Desember 2023 lalu, usai dijemput oleh pihak kepolisian Surabaya, keduanya disangkakan dan diancam dengan Pasal 204 Ayat (2) KUHP yang ancamannya 20 tahun atau seumur hidup. (Tbk)